Tak harus ikut perang untuk menjadi pahlawan. Dengan bengkel lasnya, Suprapto sudah menjadi pahlawan bagi segelintir narapidana yang ingin kembali ke masyarakat dengan kepala tegak.
Baru saja menginjakkan kaki di bengkel kemitraan milik Suprapto, Senin (5/10), wartawan Surya, sudah diberondong pertanyaan aneh. “Nggak takut dekat-dekat ke bengkel ini ta? Di sini karyawannya mantan penjahat semua lho,” tanya seorang napi yang sedang bekerja.
Tetapi sesaat kemudian, Bambang salah seorang karyawan bengkel yang juga sedang menjalani tahanan luar menenangkan wartawan Surya untuk tidak takut. Bambang menyebut teman-temannya napi, tetapi tak perlu ditakuti. “Bengkel ini justru membuat kami yakin, kami masih bisa menata masa depan dan diterima baik lagi oleh masyarakat di sekitar kami. Dan kami enjoy menjalaninya tanpa harus banyak mendengar cemoohan dan pandangan sinis orang lain,” ungkap Bambang.
Tak banyak yang tahu, Bengkel Las Kemitraan di Jl Brantas Kota Batu, sudah melatih 11 narapidana Lapas Lowokwaru, sejak 2008 lalu. Bengkel itu memang tidak gembar-gembor dan tidak satu pun keributan datang dari situ.
“Hampir dua tahun, dan tak seorang pun dari mereka berulah. Saya harap ini bisa membuka mata masyarakat untuk menerima dan menberi peluang kerja yang sama untuk napi,” beber Suprapto, saat ditemui di bengkelnya, Senin (5/10).
Persentuhan Suprapto dengan para napi diawali ketika beberapa tahun lalu dua anak buahnya terlibat kasus pembunuhan dan mendekam di Lapas Lowokwaru. “Sejak saat ini, bengkel saya dicap bengkel penghasil preman. Bahkan, polisi Batu terus memantau aktivitas bengkel saya,” kenang bapak satu anak itu.
Tapi, cap buruk itu tak membuat Suprapto surut. Bahkan, karena sering berhubungan dengan kepolisian dan Lapas Lowokwaru, akhirnya Lapas justru menawarkan bengkelnya dijadikan tempat pelatihan narapidana. Seketika itu Suprapto pun mengangguk setuju. Ia berharap bisa membuktikan bahwa napi juga manusia yang punya hati dan belas kasih. “Bahkan sekarang, satu anak buah saya yang terlibat kasus pembunuhan itu, juga bergabung di sini,” ungkap.
Interaksi para napi dengan masyarakat sekitar pun menjadi intens. Bahkan, Agus, salah satu napi, akhirnya menikah dengan gadis setempat. ”Memang hingga saat ini masih ada pelanggan ataupun warga yang miris melihat napi di sekitar mereka. Tetapi jika terus dikucilkan, justru kita-lah yang sebenarnya yang menciptakan residivis baru,” ujar lelaki kelahiran 1961 itu.
Para napi pun tidak cuma diajari menyatukan besi hingga menjadi terali atau pagar, namun Suprapto juga menyisipkan nilai-nilai moral, misalnya tidak mudah tersulut emosi dan kembali berbuat jahat.
Persoalannya sekarang adalah keterbatasan modal dan ia minta bantuan kepolisian Malang Raya dan Lapas Lowokwaru untuk membantu mencarikan modal agar para napi bisa membuka bengkel sendiri. “Saya siap melepas 5 anak asuh, agar napi lain bisa masuk sini. Sayang bantuan modal belum ada,” tandasnya.
Tetapi sesaat kemudian, Bambang salah seorang karyawan bengkel yang juga sedang menjalani tahanan luar menenangkan wartawan Surya untuk tidak takut. Bambang menyebut teman-temannya napi, tetapi tak perlu ditakuti. “Bengkel ini justru membuat kami yakin, kami masih bisa menata masa depan dan diterima baik lagi oleh masyarakat di sekitar kami. Dan kami enjoy menjalaninya tanpa harus banyak mendengar cemoohan dan pandangan sinis orang lain,” ungkap Bambang.
Tak banyak yang tahu, Bengkel Las Kemitraan di Jl Brantas Kota Batu, sudah melatih 11 narapidana Lapas Lowokwaru, sejak 2008 lalu. Bengkel itu memang tidak gembar-gembor dan tidak satu pun keributan datang dari situ.
“Hampir dua tahun, dan tak seorang pun dari mereka berulah. Saya harap ini bisa membuka mata masyarakat untuk menerima dan menberi peluang kerja yang sama untuk napi,” beber Suprapto, saat ditemui di bengkelnya, Senin (5/10).
Persentuhan Suprapto dengan para napi diawali ketika beberapa tahun lalu dua anak buahnya terlibat kasus pembunuhan dan mendekam di Lapas Lowokwaru. “Sejak saat ini, bengkel saya dicap bengkel penghasil preman. Bahkan, polisi Batu terus memantau aktivitas bengkel saya,” kenang bapak satu anak itu.
Tapi, cap buruk itu tak membuat Suprapto surut. Bahkan, karena sering berhubungan dengan kepolisian dan Lapas Lowokwaru, akhirnya Lapas justru menawarkan bengkelnya dijadikan tempat pelatihan narapidana. Seketika itu Suprapto pun mengangguk setuju. Ia berharap bisa membuktikan bahwa napi juga manusia yang punya hati dan belas kasih. “Bahkan sekarang, satu anak buah saya yang terlibat kasus pembunuhan itu, juga bergabung di sini,” ungkap.
Interaksi para napi dengan masyarakat sekitar pun menjadi intens. Bahkan, Agus, salah satu napi, akhirnya menikah dengan gadis setempat. ”Memang hingga saat ini masih ada pelanggan ataupun warga yang miris melihat napi di sekitar mereka. Tetapi jika terus dikucilkan, justru kita-lah yang sebenarnya yang menciptakan residivis baru,” ujar lelaki kelahiran 1961 itu.
Para napi pun tidak cuma diajari menyatukan besi hingga menjadi terali atau pagar, namun Suprapto juga menyisipkan nilai-nilai moral, misalnya tidak mudah tersulut emosi dan kembali berbuat jahat.
Persoalannya sekarang adalah keterbatasan modal dan ia minta bantuan kepolisian Malang Raya dan Lapas Lowokwaru untuk membantu mencarikan modal agar para napi bisa membuka bengkel sendiri. “Saya siap melepas 5 anak asuh, agar napi lain bisa masuk sini. Sayang bantuan modal belum ada,” tandasnya.
sumber
http://www.surya.co.id/2009/10/06/suprapto-tukang-las-mendidik-napi-di-bengkelnya-muridnya-mulai-maling-hingga-pembunuh.html
No comments:
Post a Comment